Sabtu, 05 Januari 2008

ARTIKEL 1 MAHMUD JAUHARI ALI


Menggagas Pementasan Seni Sastra Banjar Mingguan


Mahmud Jauhari Ali

BANJARMASIN POST


Sastra erat kaitannya dengan bahasa. Bahasa merupakan media yang digunakan sastrawan dalam bersastra baik lisan maupun tulisan. Media yang dimaksudkan di sini adalah media komunikasi untuk menyampaikan ide atau gagasan sastrawan kepada khalayak ramai. Seorang sastrawan sebenarnya menciptakan sastra untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat luas dengan pengetahuan yang dimilikinya sekaligus menjadikannya sebagai hiburan segar bagi penikmatnya. Penyampaian itu dilakukan sastrawan dengan media berupa bahasa dalam hasil sastra yang diciptakannya. Kecendekiaan sastrawan dapat kita temukan dalam hasil sastra mereka yang kita baca atau kita lihat dan kita dengarkan lewat pementasan. Kita harus sadar bahwa sastrawan adalah seorang yang cendekia. Jika bukan seorang cendekia, mereka tidak akan dapat menciptakan karya-karya sastra yang bermutu. Sebagai salah satu contoh hasil karya sastra bermutu yang dapat menjadi hiburan dan bermanfaat bagi kita adalah cerpen Robohnya Surau Kami karya A.A. Navis yang mengandung pengetahuan Islam dan hiburan bagi kita.
Cerpen di atas hanyalah satu contoh karya sastra modern di Indonesia. Sebenarnya bukan hanya karya sastra modern yang dapat menjadi hiburan dan bermanfaat bagi kita sebagai masyarakat luas. Sastra daerah pun sudah menjadi hiburan dan bermanfaat bagi masyarakat luas sejak dahulu hingga sekarang. Sebut saja mamanda, lamut, madihin, dan wayang gung, telah digunakan sebagai hiburan dan bahan pencerahan bagi masyarakat Banjar. Melalui bahasa Banjar yang dikemas sedemikian rupa, seni sastra tersebut dipentaskan dengan tujuan menghibur dan membuka wawasan masyarakat Banjar terhadap kondisi yang sedang terjadi.
Pada masa kini seni sastra Banjar tersebut jarang dipentaskan di depan masyarakat luas. Memang pernah ada seni sastra Banjar dipentaskan di sebuah mal terbesar se-Kalimantan, tetapi pementasannya tidak secara rutin. Dengan jarangnya seni sastra Banjar dipentaskan di depan masyarakat luas dan dengan maraknya pementasan seni modern Indonesia di Provinsi ini, masyarakat Banjar menjadi kurang mengenal sastra daerah sendiri. Pementasan seni sastra Banjar seharusnya dilakukan secara rutin dalam jangka waktu yang tidak lama, misalnya sekali seminggu dan dipentaskan di tempat-tempat yang strategis. Tempat-tempat yang strategis itu seperti di pusat-pusat keramaian, misalnya di Duta Mal, Mitra Plasa, lapangan TVRI Kalsel, halaman gedung Sultan Suriansyah, dan lapangan Murjani Banjarbaru. Di tempat-tempat seperti itu masyarakat Banjar yang sebelumnya tidak berminat menyaksikan pementasan seni sastra Banjar pun akan melihat langsung seni sastra Banjar yang sedang dipentaskan karena mereka telah berada di tempat tersebut. Paling tidak dengan pementasan seperti itu, mereka mendengar bahasa dan musik yang dipentaskan dalam seni sastra Banjar tersebut.
Kita tentu merasa bingung, di Banjarmasin yang menjadi ibukota Kalimantan Selatan ada Studio 21 yang sebagian menyuguhkan film-film asing setiap hari, tetapi mengapa di ibukota provinsi ini jarang ada pementasan seni sastra Banjar yang dipentaskan di tempat-tempat yang banyak dikunjungi orang Banjar? Di Banjarmasin dan daerah-daerah lainnya dalam wilayah Kalsel seharusnya ada pementasan seni sastra Banjar mingguan. Maksudnya, seni sastra Banjar dipentaskan sekali seminggu di tempat-tempat keramaian yang berada dalam wiayah-wilayah tersebut. Hal ini penting karena dengan pementasan seperti ini masyarakat Banjar lebih mengenal seni sastra daerah sendiri dan mendapatkan pencerahan terhadap kondisi-kondisi sekarang, sekaligus mendapatkan hiburan yang segar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar